Cahaya
bulan tak sesempurna malam yang berlalu. Ia redup ditelang pekatnya malam.
Begitulah pandanganku ketika itu. Dingin menyelimuti ruas tubuhku dibagian
puncak malino.
Tiga
hari sudah aku berada di Malino bersama teman-teman kampus dalam rangka rapat kerja
Himpunan Mahasiswa Jurusan. Hawa dingin puncak kebun teh membuat tubuhku
menggigil. Kring…kring…kring. Bunyi HP berdering? Tapi miscall doang. Lima
menit kemudian SMS aku terima dari adikku Sul.
Adik sul
K"Cpatq
pulang dari malino.Ada musibah.
Pulangmaki
dirumah klo tdk adami kegiatanta.Kakek msuk RS dan sudah dua hari dia terbaring.
Dia mencari kakak.......cpat pulang yah? Ditunggu secpatnya…………….
Pengirim:
Adik
sul
+081241972345
Pusat
pesan:
+6281100000
Dikirim:
27-Sep-2008
12:56:27
Aku
lalu balik menelponnya, menanyakan gerangan apa yang terjadi pada laki-laki
separuh baya itu. Umurnya kira-kira 79 tahun. “Sebentar sore aku pulang jam 4 bersama
semua teman-temanku. Kalimat terakhir yang kuucapkan di telpon.
Waktu
menunjukkan pukul 15.00 wita. Akupun bergegas merapikan barang-barangku. Semua
baju dan celana kotor aku masukkan ke dalam tas. Di atas lemari tua di sudut
jendela aku lihat sebungkus mie. Perutku pun keroncongan karena lapar. Aku
bergegas menuju dapur lalu memasak mie sebelum pulang karena aku lihat
teman-teman masih sibuk juga membereskan pakaiannya. Aku pun memanfaatkan waktu
yang tersisa itu. Tak lupa makan sebelum pulang dengan sebungkus indomie sisa
masak tadi malam. Dingin dan mengembang mie yang aku makan tapi cukup untuk
menahan lapar dalam perjalanan. Teman-temanku yang lain pun ikut makan dengan
usaha mereka sendiri. Tidak peduli makan dimana, makanannya apa yang penting
bisa mengganjal perut yang kosong.
Ternyata
nikmat juga makan siang menjelang sore yang kusantap hari itu meski hanya sisa
makan tadi malam. Lezat juga, tidak jauh beda dengan makanan itik yang biasa
aku berikan kepada hewan ternakku setiap sore dirumah.
Tak
terasa waktu itu tiba. Mobil yang ditumpangi teman-temanku telah datang. Mereka
berbgegas pulang menuju Makassar dengan mobil jemputan brimob detasemen A.
Motor yang kutunggangi bersama kekasihku Mariana melaju dengan kencang melewati
mobil diatas aspal licin penuh tanjakan dan turunan. Seperti desir ombak yang
pasang kepermukaan daratan. Menggulung-gulung naik turun. Begitulah motor
Suzuki Shogun 4 Tak melaju dengan irama jalan malino yang berliku-liku.
Pemandangan indah disisi-sisi jalan menghiasi perjalananku. Sejuk,asri begitu
sangat menyejukkan hati,tapi tak separah perasaanku yang khawatir akan
keberadaan kakek separuh baya di rumah sakit. Entah bagaimana keadaannya.
Perasaan
itu makin menghantuiku. Aku ingin sampe dirumah dengan cepat. Tanyaku dalam
hati? Meski demikian langkahku terbatas oleh waktu. Kesabaran menjadi
penantianku pada kakek separuh baya itu.
Dua
jam lebih perjalanan akhirnya membawa aku sampe pada rumah berukuran 7x12
meter. Cukup untuk menampung lima orang dan sederhana buat keluarga yang
pas-pasan. Badanku letih,capek,pusing dalam perjalanan. Akupun istirahat dan
menunda keberangkatanku kerumah sakit karena masih ada senja dikeesokan harinya
yang akan mengantarkan aku temui kakek separuh baya itu.
Malam
pun datang.Tapi malam yang tampak persis sama dengan malam waktu aku di Malino.
Suasananya pekat kelabu. Redup dan pudar. Tak seterang malam-malam yang
berlalu. Mungkinkah pertanda akan pergantian bulan ataukah pertanda gugurnya
bunga dimusim kemarau. Khayalku langsung tertuju pada kakek yang dirawat di
rumah sakit. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa. Aku semakin gelisah. Tak tahan
rasanya aku ingin bergegas ke rumah sakit tempat dimana kakek separuh baya itu
dirawat. Namun malam membatasi jejak langkahku untuk beranjak dari
pembaringanku. Mudah-mudahan malam cepat berlalu.
Akupun
tertidur pulas bersama sedihnya malam tanpa cahya kerinduan. Mimpi buruk
menjadi hiasan bunga tidur yang menjelma bersamaan dengan musibah yang
menimpaku. Untung waktu bersahabat denganku hingga akhirnya malam pun temui
ajalnya. Matahari terbit mengakhiri usia malam yang menguasai diriku bersama
ketakutan yang membahana dihidupku
Seiring
dengan munculnya fajar, aku pun beranjak kerumah sakit. Tiga puluh menit dalam
perjalanan mengantarkan aku bertemu dengan malamku yang sunyi, kakekku yang
hampir tutup usia. Kujabat tangannya,terasa dingin,keringatan. Wajah pucat
kuning dan keriput. Sungguh usia yang memang sudah tua. Namun dia tertawa tak
hiraukan penyakitnya dan berkata ("aku tlah melihat sebuah rumah baru
untukku"). Aku tersenyum mendengar perkataannya sambil meneteskan air
mata.
Musim
lama telah usai dan tergantikan musim baru. Daun-daun juga ikut berguguran
seiring lahirnya bunga baru kehidupan. Seperti manusia ada yang lahir ada yang
mati). Sepenggal ayat Al Qur'an pun sempat terucap dipenghujung usianya
Kullu nafsin zaikatul maut
Artinya:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati".
Sungguh
sabar dia menjalani penderitaan yang dihadapinya. Saat-saat sebelum tutup usia
masih sempat tertawa,bercandaria namun sekali-kali meneteskan air mata.
Cairan
infus mulai habis. Suster datang mangganti dengan yang baru. Bersamaan itu
kakek separuh baya muntah dengan darah yang menggumpal hitam dan membeku. Lambung
telah bocor akibat maag yang sudah parah. Nasi tak mampu lagi menjadi makanan
utama memperpanjang harapan hidup. Hanya cairan infus yang membuat di bertahan.
Entah sampe kapan kakek setengah baya ini mampu untuk bertahan hidup? Tanyaku
dalam hati?
Tak
terasa malam pun datang. Keriangan dan keributan menderu dikamar ukuran 4x4
meter rumah sakit Pelamonia lantai dua. Terdengar informasi pemberitahuan bahwa
jam 10 malam tidak ada lagi kunjungan untuk orang sakit. Semua tamu yang
menjenguk dilarang berada dikamar pasien kecuali 4 orang yang menjaga.
Selebihnya tidur diluar. Aku
berinisiatif untuk tinggal menjaga dan merawat kakek setengah baya ini
disisa-sisa hidupnya. Kutatap dengan wajah yang sedih, kakek tertidur pulas dengan nafas yang ngos-ngosan. Sambil
kukipas aku memijit seluruh bagian
tubuhnya agar dia merasakan kasih sayang seorang cucu yang selama ini baru
memijatnya selama ia hidup. Akupun tertidur didekatnya dengan duduk
disampingnya. Pukul 04.15 subuh di terbangung dan menyebut-nyebut namaku……..
Saat
itu juga ia memuntahkan begitu banyak darah hitam menggumpal karena lambung
yang sudah parah. Kumandang adzan menggema mengiringi muntahannya, malaikat
maut pun datang dihadapannya bertamu….? Helai
nafas
kian berkurang, sambil menatapku kakek setengah baya itu kelihatan seperti
kesakitan. Perpisahan roh dan tubuh ternyata sangat menyeramkan. Untaian
kalimat LAILAHA ILLALLAH seraya mengiringi kepergiannya. Namun belum utuh lafas
yang diucapkannya nafas berhenti berhembus, mata tertutup rapat,nadi berhenti
berdenyut. Begitupun dengan jantung. Badan tampak pucat. Suara tangis merintih
walau hanya sekejap mengantar kepergianya. Tapi kulihat dia kembali
menghembuskan nafas pertanda waktu itu belum datang.
Entah
apa yang ia ingin ucapkan padaku sehingga pandangan matanya hanya tertuju pada
bola mataku. Suara yang tidak begitu jelas berlalu begitu saja tanpa aku tau
apa yang dia ingin katakan kepadaku. Aku hanya mengangguk,mengiyakan apayang ia
katakan. Mungkin dengan mengangguk dan menggeleng-gelengkan kepala dia kan
senang denganku walau apa yang diucapkannya tidak aku mengerti. Tapi itulah
yang dapat kupersembahkan padanya diakhir hayatnya agar dia tersenyum pada
detik-detik kematiannya.
Subuh
telah usai akhirnya penantiannya pun
berakhir. Malaikat maut benar-benar serius untuk mencabut nyawanya dengan
perintah dari atasannya.
Kali
ini nyawanya benar-benar tiada. Kematian tlah datang menjemput seperti apa yang
sudah ditanda tangani oleh anak cucu Adam sebelum ia dilahirkan kedunia.
Persinggahan waktu telah berakhir seiring lahirnya roh baru. Wafatnya kakek
setengah baya membawa nafas dan harapan baru bagi kehidupan cucu Adam yang baru
saja lahir disebelah kamar setelah Kakek separuh baya itu meninggal.Pergantian
musim ternyata membawa harapan baru bagi sebagian manusia yang mulai lahir dan
menghirup udara bumi. Pergantian musim kan berganti dan bergulir setiap saat
selama nafas masih berhembus dengan untaian kalimat LAILAHA ILLALLAH.
Makassar,03
Nov 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar