Kamis, 23 Mei 2013

Pergantian Musim Dan Batu Nisan



Cahaya bulan tak sesempurna malam yang berlalu. Ia redup ditelang pekatnya malam. Begitulah pandanganku ketika itu. Dingin menyelimuti ruas tubuhku dibagian puncak malino.

Tiga hari sudah aku berada di Malino bersama teman-teman kampus dalam rangka rapat kerja Himpunan Mahasiswa Jurusan. Hawa dingin puncak kebun teh membuat tubuhku menggigil. Kring…kring…kring. Bunyi HP berdering? Tapi miscall doang. Lima menit kemudian SMS aku terima dari adikku Sul.

Adik sul

K"Cpatq pulang dari malino.Ada musibah.

Pulangmaki dirumah klo tdk adami kegiatanta.Kakek msuk RS dan sudah dua hari dia terbaring. Dia mencari kakak.......cpat pulang yah? Ditunggu secpatnya…………….

Pengirim:

Adik sul

+081241972345

Pusat pesan:

+6281100000

Dikirim:

27-Sep-2008

12:56:27

Aku lalu balik menelponnya, menanyakan gerangan apa yang terjadi pada laki-laki separuh baya itu. Umurnya kira-kira 79 tahun. “Sebentar sore aku pulang jam 4 bersama semua teman-temanku. Kalimat terakhir yang kuucapkan di telpon.

Waktu menunjukkan pukul 15.00 wita. Akupun bergegas merapikan barang-barangku. Semua baju dan celana kotor aku masukkan ke dalam tas. Di atas lemari tua di sudut jendela aku lihat sebungkus mie. Perutku pun keroncongan karena lapar. Aku bergegas menuju dapur lalu memasak mie sebelum pulang karena aku lihat teman-teman masih sibuk juga membereskan pakaiannya. Aku pun memanfaatkan waktu yang tersisa itu. Tak lupa makan sebelum pulang dengan sebungkus indomie sisa masak tadi malam. Dingin dan mengembang mie yang aku makan tapi cukup untuk menahan lapar dalam perjalanan. Teman-temanku yang lain pun ikut makan dengan usaha mereka sendiri. Tidak peduli makan dimana, makanannya apa yang penting bisa mengganjal perut yang kosong.

Ternyata nikmat juga makan siang menjelang sore yang kusantap hari itu meski hanya sisa makan tadi malam. Lezat juga, tidak jauh beda dengan makanan itik yang biasa aku berikan kepada hewan ternakku setiap sore dirumah.



Tak terasa waktu itu tiba. Mobil yang ditumpangi teman-temanku telah datang. Mereka berbgegas pulang menuju Makassar dengan mobil jemputan brimob detasemen A. Motor yang kutunggangi bersama kekasihku Mariana melaju dengan kencang melewati mobil diatas aspal licin penuh tanjakan dan turunan. Seperti desir ombak yang pasang kepermukaan daratan. Menggulung-gulung naik turun. Begitulah motor Suzuki Shogun 4 Tak melaju dengan irama jalan malino yang berliku-liku. Pemandangan indah disisi-sisi jalan menghiasi perjalananku. Sejuk,asri begitu sangat menyejukkan hati,tapi tak separah perasaanku yang khawatir akan keberadaan kakek separuh baya di rumah sakit. Entah bagaimana keadaannya.

Perasaan itu makin menghantuiku. Aku ingin sampe dirumah dengan cepat. Tanyaku dalam hati? Meski demikian langkahku terbatas oleh waktu. Kesabaran menjadi penantianku pada kakek separuh baya itu.

Dua jam lebih perjalanan akhirnya membawa aku sampe pada rumah berukuran 7x12 meter. Cukup untuk menampung lima orang dan sederhana buat keluarga yang pas-pasan. Badanku letih,capek,pusing dalam perjalanan. Akupun istirahat dan menunda keberangkatanku kerumah sakit karena masih ada senja dikeesokan harinya yang akan mengantarkan aku temui kakek separuh baya itu.

Malam pun datang.Tapi malam yang tampak persis sama dengan malam waktu aku di Malino. Suasananya pekat kelabu. Redup dan pudar. Tak seterang malam-malam yang berlalu. Mungkinkah pertanda akan pergantian bulan ataukah pertanda gugurnya bunga dimusim kemarau. Khayalku langsung tertuju pada kakek yang dirawat di rumah sakit. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa. Aku semakin gelisah. Tak tahan rasanya aku ingin bergegas ke rumah sakit tempat dimana kakek separuh baya itu dirawat. Namun malam membatasi jejak langkahku untuk beranjak dari pembaringanku. Mudah-mudahan malam cepat berlalu.

Akupun tertidur pulas bersama sedihnya malam tanpa cahya kerinduan. Mimpi buruk menjadi hiasan bunga tidur yang menjelma bersamaan dengan musibah yang menimpaku. Untung waktu bersahabat denganku hingga akhirnya malam pun temui ajalnya. Matahari terbit mengakhiri usia malam yang menguasai diriku bersama ketakutan yang membahana dihidupku

Seiring dengan munculnya fajar, aku pun beranjak kerumah sakit. Tiga puluh menit dalam perjalanan mengantarkan aku bertemu dengan malamku yang sunyi, kakekku yang hampir tutup usia. Kujabat tangannya,terasa dingin,keringatan. Wajah pucat kuning dan keriput. Sungguh usia yang memang sudah tua. Namun dia tertawa tak hiraukan penyakitnya dan berkata ("aku tlah melihat sebuah rumah baru untukku"). Aku tersenyum mendengar perkataannya sambil meneteskan air mata.

Musim lama telah usai dan tergantikan musim baru. Daun-daun juga ikut berguguran seiring lahirnya bunga baru kehidupan. Seperti manusia ada yang lahir ada yang mati). Sepenggal ayat Al Qur'an pun sempat terucap dipenghujung usianya

Kullu nafsin zaikatul maut

Artinya: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati".

Sungguh sabar dia menjalani penderitaan yang dihadapinya. Saat-saat sebelum tutup usia masih sempat tertawa,bercandaria namun sekali-kali meneteskan air mata.

Cairan infus mulai habis. Suster datang mangganti dengan yang baru. Bersamaan itu kakek separuh baya muntah dengan darah yang menggumpal hitam dan membeku. Lambung telah bocor akibat maag yang sudah parah. Nasi tak mampu lagi menjadi makanan utama memperpanjang harapan hidup. Hanya cairan infus yang membuat di bertahan. Entah sampe kapan kakek setengah baya ini mampu untuk bertahan hidup? Tanyaku dalam hati?

Tak terasa malam pun datang. Keriangan dan keributan menderu dikamar ukuran 4x4 meter rumah sakit Pelamonia lantai dua. Terdengar informasi pemberitahuan bahwa jam 10 malam tidak ada lagi kunjungan untuk orang sakit. Semua tamu yang menjenguk dilarang berada dikamar pasien kecuali 4 orang yang menjaga. Selebihnya    tidur diluar. Aku berinisiatif untuk tinggal menjaga dan merawat kakek setengah baya ini disisa-sisa hidupnya. Kutatap dengan wajah yang sedih, kakek tertidur  pulas dengan nafas yang ngos-ngosan. Sambil kukipas aku memijit seluruh  bagian tubuhnya agar dia merasakan kasih sayang seorang cucu yang selama ini baru memijatnya selama ia hidup. Akupun tertidur didekatnya dengan duduk disampingnya. Pukul 04.15 subuh di terbangung dan menyebut-nyebut namaku……..

Saat itu juga ia memuntahkan begitu banyak darah hitam menggumpal karena lambung yang sudah parah. Kumandang adzan menggema mengiringi muntahannya, malaikat maut pun datang dihadapannya bertamu….? Helai

nafas kian berkurang, sambil menatapku kakek setengah baya itu kelihatan seperti kesakitan. Perpisahan roh dan tubuh ternyata sangat menyeramkan. Untaian kalimat LAILAHA ILLALLAH seraya mengiringi kepergiannya. Namun belum utuh lafas yang diucapkannya nafas berhenti berhembus, mata tertutup rapat,nadi berhenti berdenyut. Begitupun dengan jantung. Badan tampak pucat. Suara tangis merintih walau hanya sekejap mengantar kepergianya. Tapi kulihat dia kembali menghembuskan nafas pertanda waktu itu belum datang.

Entah apa yang ia ingin ucapkan padaku sehingga pandangan matanya hanya tertuju pada bola mataku. Suara yang tidak begitu jelas berlalu begitu saja tanpa aku tau apa yang dia ingin katakan kepadaku. Aku hanya mengangguk,mengiyakan apayang ia katakan. Mungkin dengan mengangguk dan menggeleng-gelengkan kepala dia kan senang denganku walau apa yang diucapkannya tidak aku mengerti. Tapi itulah yang dapat kupersembahkan padanya diakhir hayatnya agar dia tersenyum pada detik-detik kematiannya. 

Subuh telah  usai akhirnya penantiannya pun berakhir. Malaikat maut benar-benar serius untuk mencabut nyawanya dengan perintah dari atasannya.

Kali ini nyawanya benar-benar tiada. Kematian tlah datang menjemput seperti apa yang sudah ditanda tangani oleh anak cucu Adam sebelum ia dilahirkan kedunia. Persinggahan waktu telah berakhir seiring lahirnya roh baru. Wafatnya kakek setengah baya membawa nafas dan harapan baru bagi kehidupan cucu Adam yang baru saja lahir disebelah kamar setelah Kakek separuh baya itu meninggal.Pergantian musim ternyata membawa harapan baru bagi sebagian manusia yang mulai lahir dan menghirup udara bumi. Pergantian musim kan berganti dan bergulir setiap saat selama nafas masih berhembus dengan untaian kalimat LAILAHA ILLALLAH.

Makassar,03 Nov 2008

Tidak ada komentar: