FIGUR GURU/DOSEN SEJATI
HARAPAN GENERASI BANGSA
Dr. Siti Suwadah Rimang: Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar
|
PENDAHULUAN
Tidak diragukan lagi, guru/dosen
mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi di mata masyarakat. Banyak julukan yang diberikan padanya guru/dosen
adalah orang yang “digugu dan ditiru” Supriadi (1998:29). Guru/dosen
merupakan teladan semua umat manusia, guru/dosen adalah jelmaan malaikat,
yang semua perkataan dan prilakunya wajib dicontoh. Apabila ada anak didik
berbuat salah yang dicari adalah guru/dosennya. Orang tuapun menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anak kepada guru/dosen.
Guru/dosen adalah unsur
manusiawi dalam pendidikan. Guru/dosen/dosen adalah figur manusia sumber yang
berada pada level penting dalam pendidikan. Pada saat semua orang menyoroti
dunia pendidikan, maka tentu yang paling menuai sorotan tajam adalah guru/dosen.
Hal tersebut memang tak dapat dihindari karena lembaga pendidikan formal adalah dunia
kehidupan guru/dosen.
Pada jenjang pendidikan formal,
kehadiran guru/dosen adalah sebagai abdi Negara yang mengabdikan dirinya pada
ummat manusia, umat yang berada dalam kelemahan dan kekurangan. Negara
menuntut generasinya dibimbing oleh guru/dosen. Guru/dosen dengan tas dan
kantong plastik yang penuh buku datang
ke sekolah mulai pagi-pagi buta hingga petang, sampai waktu mengajar dia
tetap bersama anak didiknya yang telah menanti untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan.
Ada kebahagiaan tersendiri bila
guru/dosen telah datang dan hadir dalam ruangan, apalagi bila guru/dosen
tersebut adalaah figur yang menjadi impian anak didik selama ini. Menjadi guru/dosen
berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah hal yang mudah, tetapi menjadi guru/dosen
berdasarkan panggilan hati nurani adalah sesuatu hal yang sulit, karena
padanya lebih banyak dituntut suatu pengabdian pada anak didik daripada
menunggu imbalan berupa materi.
Yang menjadi masalah sekarang adalah mencari
figur seorang guru/dosen/dosen sudah
sangat sulit, guru/dosen/dosen yang mengajar bukanlah karena panggilan
hati. Guru/dosen hanya menganggap
sebagai lahan mencari nafkah. Sehingga, nampak kalau kerja guru/dosen itu
hanya datang membawa sejuta tugas yang akan disodorkan kepada anak didik.
Tanpa mau tahu bagaimana kondisi perkembangan psikologi anak didik.
Memaksakan jawaban yang benar kepada anak didik sangat sering dilihat dalam
dunia pendidikan. Anak yang banyak melakukan kesalahan dalam memberikan jawaban dianggap “anak
tolol, anak bodoh, dan lain-lain”. Cap yang diberikan pada anak didik.
Kualitas dari pekerjaan seseorang adalah merek dari dirinya. Merek apa
yang ingin kita tempelkan pada hidup kita?. Pada dinding setiap rumah,
kampus, kantor, dan ruang kerja seharusnya tertulis kalimat.
”bekerja dengan hati dan berguna buat orang lain”. Jika setiap orang menjadikan
kalimat ini sebagai motto hidupnya dan bertekad melakukan segala sesuatunya
dengan mengerahkan segenap usaha terbaiknya, tentu usaha-usaha seperti ini
pasti akan merevolusi peradaban kita. Yang pasti segala perilaku merupakan
cerminan hidup bermasyarakat. Hidup jangan disimpan dalam ruang yang tidak
memiliki makna, ruang yang kosong seharusnya menjadi tanggungjawab guru/dosen
untuk mengisinya dengan sesuatu yang baik dan berguna. Kita tidak boleh
tumbuh secara sembrono dan melakukan kesalahan-kesalahan karena ceroboh. Kita
harus memiliki kemauan yang penuh tekad
yang tidak separuh-separuh, dan berani menghadapi masalah.
KARAKTERISTIK SEORANG GURU DAN DOSEN
Dengan kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat, maka dipundak guru/dosen diberikan amanah yang
luar biasa mulianya, walaupun sangat berat untuk dilaksanakan mau-tidak mau guru/dosen
harus menerima itu semua. Hal ini juga mengharuskan guru/dosen untuk
senantiasa memperhatikan sikap,
tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya dalam lingkunngan sekolah melainkan juga harus
mengetahui perkembangan anak didik di luar sekolah. Menjadi guru/dosen
berdasarkan tuntutan hati nurani tidak semua orang bisa menjalaninya, karena
orang harus merelakan sebagaian kebahagiannya buat orang lain, demi lahirnya
generasi-generasi yang diharapkan oleh bangsa.
Menurut Daradjat (1992:41) bahwa menjadi guru/dosen tidaklah
sembarangan, harus memperhatikan beberapa persyaratan yakni (1) taqwa kepada Allah, (2) berilmu, (3) sehat
jasmani, (4) berkelakuan baik.
Guru/dosen merupakan manusia yang paling bertanggungjawab mencerdaskan
kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang senantiasa menjadi harapan pada setiap
anak didik. Tak seorangpun guru/dosen/dosen mengharapkan anak didiknya
menjadi sampah masyarakat. Oleh sebab itu, dengan penuh dedikasi dan
loyalitas yang tinggi guru/dosen/dosen berusaha memberi bimbingan dan
pembinaan agar kelak menjadi tumpuan keluarga, bangsa, dan agama. Jadi, pada
dasarnya guru/dosen harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku,
dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didiknya.
Menjadi tanggungjawab guru/dosen untuk memberikan sejumlah norma kepada
anak didik agar anak didik tahu mana
perbuatan susila mana perbuatan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan
amoral, semua norma itu tidak harus dijelaskan di depan kelas, namun yang
paling membekas jika itu diperlihatkan pada segala tingkah laku seorang guru/dosen
baik dalam lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat, Karena pendidikan
sebenarnya tidak semata-mata melalui perkataan saja,melainkan seperti yang
disebutkan tadi.
KEPRIBADIAN GURU DAN DOSEN
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang yang terdiri dari
unsur psikis dan fisik. Dalam makna tersebut seluruh sikap dan perbuatan
seseorang merupakan suatu gambaran
dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan
yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu memiliki kepribadian yang baik
atau berakhlak mulia. Sebaliknya bila seseorang melakukan sesuatu sikap dan
perbuatan yang kurang terpuji maka, dikatakan orang itu tidak memiliki kepribadian yang
baik atau tidak berakhlak baik. Bahri Djamara
(2000:40).
Jadi, kepribadian itu adalah modal yang harus dipupuk dan dibina terus
menerus agar tidak keluar dari jalur
yang telah ditetapkan. Namun begitu, seorang yang berstatus guru/dosen
tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra seorang guru/dosen di mata
anak didik dan masyarakat. Nyatanya
masih ada sebagian guru/dosen yang
mencemarkan wibawa dan citra guru/dosen, di madia massa (cetak dan
elektronik) senantiasa diberitakan
tentang oknum-oknum guru/dosen yang melalukan suatu pelanggaran
amoral, asusila, sebuah perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan oleh mereka
yang bergelar sebagai pahlawan kecerdasan. Lebih sadis lagi jika tindakan kriminal
itu dilakukan terhadap anak didiknya sendiri bukankah itu “Pagar Makan
Tanaman”, selapar-laparnya harimau tidak mungkin memangsa anaknya sendiri.
Kepribadian sebagai penentu keakraban hubunngan guru/dosen dengan anak
didik akan tercermin dalam model pembinaan dan bimbingan yag diberikan pada
anak didik. Menurut Meikel john, tidak seorang pun yang dapat menjadi seorang
guru/dosen yang sejati (mulia) kecuali bila ia menjadikan dirinya sebagai
bagian dari anak didik yang berusaha untuk memahami tentang kesulitan anak
didik, maka guru/dosen tersebut akan menjadi idola semua anak didik.
Sebagai idola, guru/dosen harus memiliki kepribadian yang dapat
dijadikan profil/figur, seluruh bagian
hidupnya adalah figur yang paripurna, itulah kesan yang harus dimunculkan
oleh seorang guru/dosen sebagai sosokk yag ideal/sempurna. Sedikitnya
saja guru/dosen melakukan kesalahan
akibatnya sangatlah fatal bagi perkembangan jiwa anak didik. Karena itu
kepribadian adalah hal yang sangat sensitive, menyatukan kata dan tingkah
laku dituntut dari guru/dosen jangan
sampai muncul pribahasa “guru/dosen kencing berdiri, murid mengencingi guru/dosen”.
Guru/dosen dengan kemuliannya, dalam menjalankan tugas, tidak mengenal
lelah. Hujan dan panas bukan rintangan bagi guru/dosen yang memiliki dedikasi
dan loyalitas terhadap anak didik. Kedudukan guru/dosen dan anak boleh
berbeda, tetapi keduanya adalah ibarat dua sisi mata uang yang senantiasa
memberi nilai. Mereka senantiasa seiring, seiring dalam menggapai harapan dan
cita-cita dalam hidup. Kekuatan sejati tidak terletak pada kekayaan,
kepopuleran atau kekuatan fisik. Tapi keberanian untuk melakukan hal yang
benar dan berfikir secara rasional.
GURU DAN DOSEN PROFESIONAL
Peraturan
Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru/dosen menjelaskan bahwa guru/dosen
profesional adalah guru/dosen yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi. Guru/dosen profesional memang harus mengacu pada guru/dosen
ideal menurut pemerintah, tapi implementasi dilapangan harus melalui
preliminary study untuk mengungkapkan potensi dan karakteristik siswa secara
komprehensif dan holistik. Karena itu, guru/dosen jangan sampai hanya
disibukkan dengan mengajar saja, berinteraksi tanpa makna kepada siswa, tapi
juga harus mampu menampilkan profesionalitasnya dalam menjalankan
fungsi-fungsinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kurikulum secara
proporsonal.
Pepatah
mengatakan, dengan melihat pekerjaan
seseorang. Anda bisa melihat siapa dia yang sebenarnya. Semangat dalam
mengerjakan sesuatu mempengaruhi seluruh perkembangan dan prestasi yang kita
capai dalam hidup ini. Kita tak mungkin mendapatkan rasa percaya diri yang diperlukan
untuk menuai kemakmuran hidup jika kita melakukan tugas kita secara sembrono.
Dari lubuk hati terdalam, sesungguhnya kita sudah kehilangan respek terhadap
diri sendiri, yang diperlukan untuk mencapai sukses dalam hidup. Coba tanyakan
pada sebagian besar orang, mengapa mereka bekerja? mereka akan menjawab, mereka
bekerja untuk mata pencaharian. Menyedihkan sekali ketidak pedulian dalam
sekala besar ini adalah tragedi yang paling terkenal dalam hidup ini. Secara
keseluruhan, hanya sedikit orang yang punya respek sejati terhadap
pekerjaannya. Banyak yang menganggap pekerjaannya membosankan, mulai dari ibu
rumah tangga, guru/dosen, karyawan, pengacara, pedagang, sampai dengan
pengusaha.
Dengan kondisi seperti ini tentu pekerjaan apapun yang dilakukan tentu
akan menjadi berat karena pekerjaan itu dijadikan sebagai mata pencaharian
bukan sebagai ladang berbuat baik.
Setiap ungkapan seharusnya merupakan ungkapan
cinta. Setiap pekerjaan seharusnya merupakan karya cinta. Kita harus menganggap semua pekerjaan merupakan
langkah mencapai nilai-nilai kemanusiaan, mencapai pemenuhan hidup dalam
memperluas jiwa dan raga. Anggapan sederhana ini seharusnya dapat
meningkatkan tugas harian kita ke posisi yang penting dan karena itu, bukan
merupakan pekerjaan biasa-biasa atau membosankan. Mengerjakan tugas sehari-hari dengan semangat seorang
yang penuh cinta, merupakan pembakar motivasi untuk menanam sejuta kebaikan
dalam mengerjakan setiap tugas dengan usaha yang terbaik. Semangat yang benar
akan membuat semua pekerjaan menjadi menyenangkan. Sukses dalam hal kecil
akan mendatangkan sukses yang lebih besar dalam hidup. Jika apapun yang kita
lakukan, yang dalam beberapa skala kecil dimaksudkan untuk membuat dunia ini
menjadi tempat kehidupan yang lebih baik., bukankah sudah sepantasnya kita
melakukannya dengan segala kemampuan terbaik kita.
Ada 5 sikap profesional yang sangat esensial sebagai seorang Guru/dosen
dalam persfektif moral & intelektual, yang merupakan aturan makro &
bersifat pokok, yang mana aturan- aturan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jangan Sia-siakan Waktu
Dalam
proses bekerja, waktu itu sangat berharga. Seorang guru/dosen yang bijak,
sadar akan hal ini dan tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya. Tidak hanya
waktunya tapi juga waktu orang lain. Mereka selalu mengalokasikan pemakaian
waktu secara efektif, dan menjadikan sebagian besar waktunya sebagai
waktu-waktu yang penuh aktivitas. Salah satu kecerobohan terbesar, baik dalam
aktifitas sosial maupun profesionalisme, adalah kebiasaan terlambat. misalnya,
telambat masuk dating ke sekolah, terlambat datang ketika rapat, bahkan masih banyak lagi bentuk
keterlambatan yang tidak pernah kita sadari, dan anehnya hal tersebut menjadi
hal yang dianggap biasa dan wajar sehingga akhirnya membudaya. Kita sering
lupa, bila tiap orang dalam sebuah instituti pendidikan membuang waktu
beberapa menit saja, maka potensi dan daya berfikir kita sedikit demi sedikit
demi sedikit akan mengalami keuzuran
dan mandul.
2. Berfikir Positif
Seorang
guru/dosen yang benar-benar profesional, pada umumnya secara fisik juga sehat
dan senantiasa berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif. Ia bisa
menemukan peluang dibalik permasalahan, dan tidak membiarkan diri terhanyut
dalam frustasi akibat apapun. Orang semacam ini juga cenderung mendorong
orang lain agar bersikap yang sama. Dalam pada itu, tidak sedikit karyawan
yang selalu sibuk dengan keluhan ketika menghadapi tantangan, mereka sama
sekali tidak melihat sisi-sisi yang baik dari tempat mereka bekerja. Sikap
negatif seperti ini tidak hanya menyia-nyiakan waktu dan membuang-buang
energi, tetapi juga dengan cepat bisa menular pada rekan yang lain dan
berakibat buruk pada suasana moralitas perusahaan. Setiap orang pasti
mempunyai masalah, dan hal tersebut membutuhkan inisiatif dan kreativitas
untuk melihat sisi positif yang ada di balik masalah tersebut, sehingga kita
harus lebih mawas diri, bisa menempatkan diri dan tahu diri.
3. Konsentrasi
Seorang
guru/dosen yang profesional harus
belajar menggunakan energinya secara
tepat, jangan membuangnya untuk ha-hal yang percuma. Guru/dosen harus mengkonsentrasikan diri pada hal-hal
yang sebenarnya menjadi tugasnya, dan tidak memboroskan perhatian pada
masalah masalah yang tidak releven atau aktivitas-aktivitas yang tidak produktif.
Seperti berfikiran negatif (su’uzon) serta membuat rumor/ gosip murahan yang
menyesatkan. Selain kondisi diatas, dalam situasi yang saling berlainan,
disetiap institusi tedapat hal-hal yang secara potensial dapat menumbuhkan
aktivitas yang tidak produktif, seperti contoh sikap iri/dengki, arogan,
sombong atau dendam-dendam yang sifatnya pribadi. Semua itu menghamburkan
waktu dan energi, segala pekerjaan yang dilakukan menjadi tidak efektif.
4. Bertindak Hati-hati
Seorang
guru/dosen/dosen yang bijaksana selalu memisahkan kehidupan pribadi dan
pekerjaannya. Sebaiknya diingat, mengungkapkan rahasia pribadi kepada seorang
teman terdekat, akibat jeleknya mungkin tidak timbul seketika. Tapi suatu
saat dapat berdampak merusak ketika teman dekat tadi menyampaikan cerita
tersebut pada orang yang hubungannya tidak begitu harmonis dengan diri kita. Dengan alasan ini,
seorang aguru/dosen yang bijak senantiasa menjaga informasi-informasi yang
kritis terhadap superioritas dirinya. Bertindak bijaksana juga berarti bertindak
sebagai suatu sosok yang bisa di percaya, baik secara profesional maupun tim.
Hal ini sangat berhubungan dengan tidak terbiasa atau latah dalam
menceritakan pengalaman-pengalaman yang sifatnya pribadi.
5. Dapat diandalkan
Salah
satu tonggak penopang keberhasilan seorang guru/dosen adalah kemampuannya
untuk terus dapat diandalkan. Dengan dasar tersebut, seorang guru/dosen/dosen
dapat meningkat kedudukannya, misalnya, dia harus pula untuk melaksanakan
tanggung jawab dari tugas rutinnya maupun tugas-tugas khusus secara penuh. Ia
juga harus menggunakan inisiatifnya agar tugas-tugasnya berjalan lancar,
tidak mencari cara asal jadi saja atu sekedar memenuhi rutinitas, akan tetapi
selalu berusaha memenuhi ketentuan yang berlaku.
MASIH
LAYAKKAH GELAR “PAHLAWAN TANPA TANDA JASA”
BUAT GURU/DOSEN?
Tidak diragukan lagi bahwa guru/dosen/dosen memiliki martabat yang
tinggi di mata bangsa Indonesia. Dalam berbagai naskah kuno banyak ditemukan
ungkapan yang intinya memberikan kedudukan yang tinggi kepada guru/dosen.
Dalam masyarakat Sunda, sebutan jang guru/dosen, Nyai Guru/dosen, Kang Guru/dosen,
Mang Guru/dosen, Aki Guru/dosen begitu popular, tanpa perlu lagi disebut
namanya, misalnya ibu guru/dosen ani dst, Supriadi (1998:29). Lain lagi Kalau
di Makassar disebut Guru/dosennta “Guru/dosen Kita” kalau di Lombok “Tuan Guru/dosen”.
Panggilan-panggilan seperti di atas, masih sering kita dengar terutama
di desa-desa, karena guru/dosen merupakan sumber segalanya, maksudnya dia
bukan hanya guru/dosen di sekolah/kampus
melainkan guru/dosen masyarakat, banyak keberhasilan yang diraih oleh
setiap desa, kota bahkan provensi itu tidak luput dari campur tangan seorang guru/dosen,
dan tidak jarang uluran tangan itu tanpa imbalan, kecuali ucapan terima
kasih.
Tapi kira-kira untuk saat ini masih bisakah kita menerima ucapan terima
kasih itu? Sementara yang mengucapkan terima kasih bergelimang dengan segala
kemewahan? Ini tentu berpulang kepada kita masing-masing.
Pada bagian
akhir tulisan ini, penulis juga mencoba mengutipkan sebuah syair/puisi yang
ditulis oleh seorang anak remaja walaupun sangat subjektif, tapi tidak ada salahnya menjadi bahan evaluasi buat kita
guru/dosen, mereka juga berhak untuk menyampaikan penilaiannya kepada kita sang guru/dosen. Kira-kira judulnya:
Aku
Benci
Aku benci guru/dosenku……
yang selalu menghadap papan tulis atau melihat ke buku selama
mengajar.
Aku benci guru/dosenku……
yang hanya memberi setumpuk catatan dan setumpuk ulangan yang susah,
tanpa pernah menjelaskan materinya.
Aku benci
guru/dosenku…..
yang memberikan materi atau soal latihan secara teoritis, tanpa pernah
menerapkannya dalam contoh-contoh atau praktek.
Aku benci
guru/dosenku…..
yang menghabiskan jam-jam pelajaran hanya untuk ceramah soal hal-hal
kecil saja.
Aku benci
guru/dosenku……
yang malas masuk kelas dan hanya hadir saat akan memberi ulangan saja.
Aku benci guru/dosenku……
yang tidak pernah mau menyelesaikan masalah dengan murid, hobinya main
panggil ortu saja.
Aku benci
guru/dosenku……
yang suka pamer kekayaan,
kepintaran, kehebatan, dll.
Aku benci guru/dosenku……
yang pilih kasih.
Aku benci
guru/dosenku…….
laki-laki
yang suka main cewek.
Aku benci
guru/dosenku…….
yang cuma bisa memberi soal latihan dari buku cetak
saja, tidak mau berusaha mencari dari buku lain atau membuat soal sendiri.
Aku benci
guru/dosenku…….
yang mengoreksi jawaban essay
dengan melihat panjang atau pendeknya tulisan.
Aku benci guru/dosenku…….
yang memberi terlalu banyak humor yang tidak
berhubungan dengan pelajaran apalagi jika dia tidak bisa menenangkan kelas
kembali supaya siap melanjutkan pelajaran.
Aku benci
guru/dosenku……
yang tidak mau dikritik.
Aku benci
guru/dosenku……..
yang sangat banyak melakukan
salah koreksi karena tidak teliti.
Aku benci guru/dosenku……..
yang lebih suka memberi jawaban sekenanya (biasanya
salah) pada murid yang bertanya daripada menjawab keesokan harinya dengan
terlebih dahulu mencari jawaban yang benar apabila dia tidak yakin pada
jawabannya.
Aku benci
guru/dosenku……
yang berdandan seperti preman
pasar, gadis cafe, korban tsunami dll.
Aku benci guru/dosenku……..
yang menutup diri dari
pergaulan dengan sesama guru/dosen.
Aku benci guru/dosenku………
yang memberi hanya dari otak sendiri saja, tanpa mau
bekerja sama dengan guru/dosen lain yang bidang studinya sama.
Aku benci guru/dosenku……..
yang melengos bila disapa.
Aku benci
guru/dosenku……..
yang tidak berusaha mengenal murid, hobinya nongkrong di ruang
guru/dosen dan kalau memanggil murid cuma dengan sebutan yang itu, yang di
pojok, yang kacamata, yang rambutnya dikepang, dll.
Aku benci
guru/dosenku……..
yang menilai kebaikan murid dari prestasi di rapor
saja tanpa menghargai kerja keras dan keahlian lain dari masing-masing anak.
Aku benci
guru/dosenku………
yang tidak bisa merawat fasilitas kelas atau tidak
mau mengisi jurnal kemajuan belajar kelas.
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar